LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA UU ITE
Munculnya
RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini bermula dari mulai merasuknya
pemanfaatan Teknologi Informasi dalam kehidupan sehari-hari kita saat ini. Jika
kita lihat, kita mulai terbiasa menggunakan mesin ATM untuk mengambil uang;
menggunakan handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi (mobile banking);
menggunakan Internet untuk melakukan transaksi (Internet banking, membeli
barang), berikirim e-mail atau untuk sekedar menjelajah Internet; perusahaan
melakukan transaksi melalui Internet (e-procurement); dan masih banyak lainnya.
Semua kegiatan ini merupakan pemanfaatan dari Teknologi Informasi. Teknologi
Informasi memiliki peluang untuk meningkatkan perdagangan dan perekonomian
nasional yang terkait dengan perdagangan dan perekonomian global. Salah satu
kendala yang muncul adalah ketidak-jelasan status dari transaksi yang dilakukan
melalui media cyber ini. Untuk itu Cyberlaw Indonesia harus dipersiapkan. Kata
“Teknologi Informasi” di sini merupakan terjemahan dari kata “Information
Technology” (IT). Singkatan yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah “IT”
bukan “TI”, meskipun kalau kita lihat semestinya singkatan yang digunakan
adalah TI. Hal ini dilakukan agar tidak membingungkan pembaca. Singkatan “TI”
sudah lazim digunakan untuk “Teknik Industri”. Istilah lain yang sering juga
digunakan di Indonesia adalah “Telematika”. Namun untuk tulisan ini, penulis
akan menggunakan istilah “IT” saja.
Ternyata
efek dari pemanfaatan IT ini berdampak luar biasa. Selain memberikan kemudahan,
dia juga menghasilkan efek negatif, seperti antara lain:
• Penyadapan
email, PIN (untuk Internet Banking).
• Pelanggaran
terhadap hak-hak privacy.
• Masalah nama
domain seperti kasus mustika-ratu.com yang didaftarkan oleh bukan pemilik
Mustika Ratu, atau kasus typosquatter “kilkbca.com” (perhatikan huruf “i” dan
“l” bertukar tempat) yang menyaru sebagai “klikbca.com”.
• Penggunaan kartu
kredit milik orang lain.
• Munculnya
“pembajakan” lagu dalam format MP3, yang kemudian disertai dengan tempat tukar
menukar lagu seperti Napster2. Napster sendiri kemudian dituntut untuk ditutup
(dan membayar ganti rugi) oleh asosiasi musik.
• Adanya spamming
email.
• Pornografi.
Hal-hal lain yang
sifatnya tidak jelas sebelum adanya RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini
antara lain:
• status dari
transaksi yang menggunakan media Internet, misalnya e-procurement status legal
dari tanda tangan digital;
• status dari
e-government.
Hal-hal di atas
memaksa adanya sebuah undang-undang yang dapat memberikan kejelasan bagi
pihak-pihak yang terkait. Karena banyaknya hal yang harus diberikan landasan,
maka RUU yang dikembangan ini berupa sebuah “umbrela provision”. Diharapkan
nantinya ada UU atau PP yang lebih spesifik untuk bidang-bidang yang sudah
diberikan slotnya oleh RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi ini.
SEJARAH TERBENTUKNYA UU ITE
UU
ITE mulai dirancang pada bulan maret 2003 oleh kementerian Negara komunikasi
dan informasi (kominfo),pada mulanya RUU ITE diberi nama undang-undang
informasi komunikasi dan transaksi elektronik oleh Departemen
Perhubungan,Departemen Perindustrian,Departemen Perdagangan, serta bekerja sama
dengan Tim dari universitas yang ada di Indonesia yaitu Universitas Padjajaran
(Unpad),Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Indonesia (UI).
Pada
tanggal 5 september 2005 secara resmi presiden Susilo Bangbang Yudhoyono
menyampaikan RUU ITE kepada DPR melalui surat No.R/70/Pres/9/2005. Dan menunjuk
Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan Mohammad Andi
Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) sebagai wakil pemerintah dalam
pembahasan bersama dengan DPR RI.
Dalam
rangka pembahasan RUU ITE Departerment Komunikasi dan Informsi membentuk Tim
Antar Departemen (TAD).Melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.
83/KEP/M.KOMINFO/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian disempurnakan
dengan Keputusan Menteri No.: 10/KEP/M.Kominfo/01/2007 tanggal 23 Januari
2007.Bank Indonesia masuk dalam Tim Antar Departemen (TAD) sebagai Pengarah
(Gubernur Bank Indonesia), Nara Sumber (Deputi Gubernur yang membidangi Sistem
Pembayaran), sekaligus merangkap sebagai anggota bersama-sama dengan
instansi/departemen terkait. Tugas Tim Antar Departemen antara lain adalah
menyiapkan bahan, referensi, dan tanggapan dalam pelaksanaan pembahasan RUU
ITE, dan mengikuti pembahasan RUU ITE di DPR RI. Dewan Perwakilam Rakyat (DPR)
merespon surat Presiden No.R/70/Pres/9/2005. Dan membentuk Panitia Khusus
(Pansus) RUU ITE yang beranggotakan 50 orang dari 10 (sepuluh) Fraksi di DPR
RI. Dalam rangka menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) atas draft RUU ITE
yang disampaikan Pemerintah tersebut, Pansus RUU ITE menyelenggarakan 13 kali
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan berbagai pihak, antara lain
perbankan,Lembaga Sandi Negara, operator telekomunikasi,aparat penegak hukum
dan kalangan akademisi.Akhirnya pada bulan Desember 2006 Pansus DPR RI
menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 287 DIM RUU ITE yang
berasal dari 10 Fraksi yang tergabung dalam Pansus RUU ITE DPR RI. Tanggal 24
Januari 2007 sampai dengan 6 Juni 2007 pansus DPR RI dengan pemerintah yang
diwakili oleh Dr.Sofyan A Djalil (Menteri Komunikasi dan Informatika) dan
Mohammad Andi Mattalata (Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia) membahas DIM RUU
ITE.Tanggal 29 Juni 2007 sampai dengan 31 Januari 2008 pembahasan RUU ITE dalam
tahapan pembentukan dunia kerja (panja).sedangkan pembahasan RUU ITE tahap Tim
Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang berlangsung sejak tanggal 13
Februari 2008 sampai dengan 13 Maret 2008.18 Maret 2008 merupakan naskah akhir
UU ITE dibawa ke tingkat II sebagai pengambilan keputusan.25 Maret 2008, 10
Fraksi menyetujui RUU ITE ditetapkan menjadi Undang-Undang. Selanjutnya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani naskah UU ITE menjadi Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 58 Tahun 2008 dan Tambahan
Lembaran Negara.
Chapter 1: Why Every Organization Needs Electronic Rules
and Policies
Di
era sekarang ini kita tidak bisa memungkiri selalu akan ada perkembangan –
perkembangan baru di bidang teknologi. Namun disamping itu perusahaan atau
organisasi pengembang teknologi harus memiliki aturan atau kebijakan di dalam
mengembangkan teknologi salah satunya adalah kebijakan elektronik. Perkembangan
dari segala jenis media elektronik penyimpan informasi ini pun dinilai cukup
pesat, seperti halnya email. Email telah banyak atau bisa dibilang selalu
digunakan oleh para karyawan dalam setiap perusahaan maupun organisasi. Selama
bertahun – tahun belakangan ini pemerintah dan alat pengatur industri semakin
waspada terhadap konten bisnis yang dibuat oleh email serta alat komunikasi bisnis
lainnya. Untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan kepatuhan dengan
organisasi hukum, dan pedoman peraturan pemerintah melakukan program kebijakan
elektronik yang dimana program tersebut menggabungkan antara aturan tertulis
dengan pelatihan formal yang didukung oleh monitoring, manajemen, dan
pengarsipan alat. Informasi elektronik yang disimpan atau Electronic Stored Information (ESI)
menciptakan elektronik setara bukti DNA. ESI dapat dipanggil dan digunakan
sebagai bukti pada organisasi anda dalam gugatan perdata dan proses pidana.
Secara dramatis Teknologi telah mengurangi produktivitas serta meningkatkan kedapatan
risiko termasuk tuntutan hukum, denda peraturan, dan pelanggaran keamanan.
Chapter 2: Legal
Risks and Rules
Sebuah
dokumen (elektronik atau kertas) pada dasarnya adalah catatan bisnis yang
memberikan bukti yang terkait dengan peristiwa, transaksi, penjualan,
perekrutan, negosiasi, bisnis kegiatan,
pembelian, dan sebagainya. Tetapi semua catatan bisnis belum tentu merupakan pesan
yang memasuki atau meninggalkan sistem e -mail anda. Jika beberapa karyawan
anda diatur, dan yang lain tidak, pertimbangkan membangun beberapa definisi
pada departemen. Kesejahteraan organisasi anda tergantung pada kemampuan anda
untuk membedakan e -mail bisnis penting dan catatan elektronik lainnya dari
pribadi. Dan cara untuk menanggulangi atau melakukan keefektifan serta
menanggulangi resiko manajemen akan kita bahas berikut ini :
1. Berkomunikasi dengan
catatan bisnis perusahaan secara jelas dan konsisten kepada seluruh karyawan.
Pastikan karyawan tahu perbedaan antara email bisnis penting dan yang bukan,
serta memahami peran mereka masing-masing.
2. Membangun dan ketat
menegakkan aturan tertulis, kebijakan, dan prosedur yang mengatur retensi dan
disposisi dari pesan e -mail, lampiran, dan ESI lainnya.
3. Membangun definisi
yang jelas tentang “catatan bisnis” pada seluruh perusahaan atau departemen
4. Mengetahui dan
memahami retensi dan produksi aturan ESI yang dikenakan oleh pengadilan federal
dan negara dan pemerintah serta industri regulator.
DAFTAR PUSTAKA
Gouxield, Dhiyanti. 2012. http://idhiegouxield.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-uu-cyber-law.html, Diakses pada 27 Februari
2016
Arifin,
Mochammad. 2012. http://rivinerstkj2.blogspot.co.id/2012/12/sejarahasas-dan-tujuan-penyelenggaraan.html, Diakses pada 27 Februari
2016
Flynn, Nancy.
2009.THE E-POLICY HANDBOOK. America : AMACOM.
Download > download
0 komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang baik adalah pengunjung yang meninggalkan komentar teman :)